Perjuangan si Raja Gagap

Image
MEMUKAU : Peran apik Colin Firth sebagai King George VI dan Helena Bonham Carter sebagai ratu Inggris dalam film The King’s Speech membuat film ini mendapat 12 nominasi Oscar. Begitupun dengan pemeran utamanya Colin Firth yang dijagokan sebagai Aktor Terbaik Oscar tahun ini


SEPERTIapakah film yang mendapat 12 nominasi di Piala Oscar,tujuh di Golden Globe Award, dan 14 nominasi di Oscar versi Inggris, Bafta Awards? Betulkah seapik sejarahnya? Setelah ramai diperbincangkan di luar, The King’s Speech akhirnya akan diputar di bioskop Indonesia.

Penikmat film di dalam negeri pun bisa menilai sendiri, sehebat apakah film yang diadaptasi dari kisah nyata Raja George VI atau ayah dari Ratu Elizabeth II yang kini menjadi ratu di Kerajaan Inggris. Sebelum menjadi Raja George VI,dia bergelar Duke of York.Nama aslinya Pangeran Albert, anak kedua dari Raja GeorgeV.Namun,keluarganya biasa memanggilnya Bertie (Colin Firth). Sejak umur lima tahun, Bertie sudah mengalami kesulitan bicara alias gagap.Atas dorongan istrinya, Bertie berobat ke beberapa terapis bicara, tapi tak ada yang cocok.

Sampai akhirnya, sang istri (diperankan Helena Bonham Carter) menemukan seorang terapis bernama Lionel Logue (Geoffrey Rush). Atas paksaan sang istri, Bertie mau berobat kepada Lionel. Namun, Lionel punya peraturan yang ketat dan keras terhadap pasienpasiennya, termasuk Bertie. Dia ingin Bertie yang datang ke tempat praktiknya,bukan dia yang datang ke istana. Bertie juga harus mau mengikuti metode yang dibuat Lionel, seaneh apa pun itu, termasuk tidak merokok saat mereka tengah mengadakan sesi pengobatan. The King’s Speech sudah berhasil membetot perhatian sejak adegan pembukanya.Dengan gambar yang sangat artistik, penonton disuguhi kenyataan bahwa Bertie mengalami kegagapan yang parah.

Dengan hanya sekian menit adegan pembuka pula, penonton sudah bisa bersimpati kepada Bertie. Bagaimana kita tidak bersimpati dan merasa kasihan, jika ada seorang anak raja berpidato di sebuah lapangan luas,di depan rakyatnya,namun mulutnya hanya bisa membuka dan menutup, mengeluarkan patahan kata yang terdengar tidak jelas? Dari adegan pembuka ini, alur lalu bergulir pada pertemuan dan hubungan unik antara Bertie dan Lionel. Bertie menganggap bahwa pengobatan ini sifatnya harus formal, tidak boleh membicarakan urusan pribadi, dan tentu saja mereka berdua harus saling memanggil nama secara formal.

Sementara, Lionel ingin agar suasana lebih cair, yang artinya mengutak-atik cerita pribadi,tetapi tetap disiplin dalam menjalankan metode yang dianutnya. Perbedaan karakter keduanya inilah yang memberi warna hampir sepanjang film. Pertukaran kalimat yang cerdas, intimidatif, dan berbalut humor antara keduanya jadi keasyikan tersendiri sebagai sebuah tontonan.Dengan alur yang perlahan pula, Bertie akhirnya mau terbuka kenapa dirinya menjadi gagap. Tentu saja, akting Colin Firth dan Geoffrey Rush menjadi pendukung paling penting dalam menyumbangkan kualitas tinggi bagi film ini.Firth sebagai Bertie benarbenar mampu menjadi seorang raja yang rendah diri dan penuh gugup.

Ekspresi wajahnya setiap kali kesulitan mengucapkan kata, sungguh bisa membuat penonton yakin bahwa dia memang gagap sungguhan. Penonton dijamin akan merasa gemas setiap kali melihat Bertie mulai gagap bicara, terutama jika kondisinya mengharuskan untuk bicara dengan jelas dan tegas. Sementara, Geoffrey Rush, pemeran Kapten Barbossa di Pirates of the Caribbean ini,mampu memadukan karakter yang tenang, cerdas, humoris, sekaligus tegas dengan porsi yang tepat. Setelah dihibur dengan kepiawaian akting keduanya, juga rasa geregetan terhadap gagapnya Bertie, penonton kemudian akan diajak merasakan deg-degan saat film mencapai klimaksnya.

Setelah menjalankan terapi dari Lionel, setelah hubungan yang naik-turun di antara mereka, setelah Bertie selalu absen mengucapkan selamat Natal kepada rakyatnya karena tak bisa melawan ketakutan terhadap kegagapannya, muncullah saat penting itu. Saat Bertie harus menyampaikan pidato penting pertamanya, saat dia harus mengobarkan semangat rakyatnya.Dan,yang paling penting, bagaimana dia harus menaklukkan rasa takut dan ketidakpercayaan dirinya di depan mikrofon istana. Lagi-lagi, gambar yang artistik, cantik, dan smooth membuat tingkat emosi saat menonton bagian ini meningkat. Selain para aktor, pujian juga harus diberikan kepada sutradara Tom Hooper.

Dia lagi-lagi berhasil mengangkat sebuah kisah nyata tokoh Inggris ke dalam layar lebar, sesuatu yang pernah dilakukannya saat menggarapThe Damned United. Sementara jika penonton merasa bahwa dialog-dialog dalam film begitu sederhana sekaligus cerdas, bisa jadi karena David Seidler yang menulis skenarionya, juga pernah mengalami kegagapan pada masa kecil akibat trauma perang.Yang unik,pamannya juga mengalami hal serupa dan bahkan juga berobat kepada Lionel Logue atas saran kakek Seidler.Keunikan berikutnya, Seidler yang saat itu tengah menulis skenario untuk film ini akhirnya menemukan catatan Lionel tentang perawatannya terhadap Bertie yang akhirnya dipakai untuk menguatkan skenario yang dibuatnya.

Mungkin karena pengalaman pribadi itu pula, Seidler benar-benar memfokuskan cerita pada perjuangan Bertie dalam belajar berbicara dan tidak banyak merecokinya dengan faktafakta sejarah yang berputar di sekitar kurun waktu tersebut. Jadi,The King’s Speechmemang hampir sempurna sebagai sebuah film. Layak tonton bagi mereka yang membutuhkan inspirasi dalam berjuang, baik melawan hal buruk di luar maupun rasa takut yang bersemayam di dalam diri.

0 komentar:

Posting Komentar

Hidup Adalah Lelucon Yang Baru Saja Dimulai